Langit Makin Mendung


"Langit Makin Mendung" adalah cerita pendek Indonesia yang kontroversial. Diterbitkan di majalah Sastra dengan nama pena Kipandjikusmin pada bulan Agustus 1968, cerita ini mengisahkan Muhammad turun ke Bumi bersama malaikat Jibril untuk menyelidiki sebab sedikitnya Muslim yang masuk surga. Mereka menemukan bahwa Muslim di Indonesia mulai melakukan fornikasi (hubungan seks), minum alkohol, berperang sesama Muslim, dan bertindak melawan ajaran-ajaran Islam, teracuni oleh ideologi pemerintahan Soekarno yang menggabungkan nasionalisme, agama, dan komunisme (nasakom). Karena tidak kuasa menghentikan penistaan yang terjadi, Muhammad dan Jibril hanya bisa menyaksikan manuver politik, kejahatan, dan kelaparan di Jakarta dengan menyamar sebagai elang.
(Wikipedia. Artikel lengkap di sini.)

Paragraf di atas merupakan paragraf pertama sebuah artikel di laman wikipedia berbahasa Indonesia yang menjadi artikel pilihan pada tahun 2017. Di sini saya tidak akan SARA-SARA-an, Zaenab-Zaenaban maupun Deol-Deolan (ealah sesukamu Ci), karena bukan itu tujuan saya mengambil artikel di atas untuk kemudian diulas.

Artikel terkait tulisan "Langit Makin Mendung" (untuk selanjutkan akan saya singkat LMM), sebenarnya, dengan paragraf pertama saja sudah bisa membuat orang salah paham, jelas, karena di situ tersurat ulasan terkait penistaan agama. Akan tetapi, jika kita membacanya secara perlahan, tanpa emosi dan berusaha tetap netral, artikel ini bukanlah artikel yang pro maupun kontra pada cerita LMM (bukan MLM ya), tapi artikel tersebut berusaha menjabarkannya dari berbagai sudut pandang, yang pro maupun yang kontra terhadap LMM.

Dan tentu saja kamu memiliki hak untuk memilih berada di tim bubur diaduk atau tim bubur tidak diaduk.

Sip, lanjut.

Artikel ini cukup netral, setidaknya bagi saya.

Tidak ada yang bisa dibenarkan jika itu terkait penistaan sebuah agama, agama apapun. Sebenarnya keragaman agama ini adalah ujian bagi kita, sebuah tingkatan tes dari Allah yang Maha Esa untuk hamba-hamba Nya yang tercinta. Adanya perbedaan bukanlah ajang untuk menyalahkan siapa karena apa, tapi merupakan ajang peningkatan iman sebagai makhluk yang tidak sempurna.

Bukan itu intinya, hanya iklan syariah, insyaAllah berfaedah.

Balik lagi ke mantan (Uci yaaaaaa). Serius ih.

Okeeeeee.

Balik lagi ke bahasan terkait artikel, saya sangat tertarik dengan artikel tersebut, karena memuat kejadian di masa lampau yang masih amat sangat relevan dengan kejadian di masa sekarang. Isu yang sepertinya memang engga bakal ada matinya.

Ya, karena di sana disebutkan bahwa cerita LMM menyiratkan sindiran pada pemerintah kala itu. Jadi, kebobrokan di Negara kita sudah terjadi dari jaman baheula, dari saya dan (mungkin juga) kamu masih dalam proses pembuahan atau malah mungkin masih berupa perencanaan, begitu.

Namun karena penggambaran Allah, Nabi Muhammad, dan Jibril di dalamnya dirasa terlalu (terlihat) negatif, sehingga menuai kontroversi atas isi cerita. Padahal menurut saya, jika kita mau fokus pada pesan yang berusaha disampaikan penulis di dalam ceritanya, ini akan menjadi penggambaran yang cukup keras untuk menampar pemerintah.

Walaupun tidak saya pungkiri, ada tanya "kenapa?" saat nama Tuhan dan Panutan saya di "tokohkan" dengan penggambaran seperti itu. (Yang mana menurut saya, perasaan seperti itu wajar adanya.)

Sesuai artikel, cerita itu memang memuat sarkasme dan sinisme untuk pemerintah kala itu, gaya si penulis begitu karena latar belakang pendidikan yang dikenyamnya, pokoknya baca deh artikel lengkapnya. Saya akan mencoba memahami tanpa menghakimi, urusan lainnya biar saya dan Tuhan saya yang mengetahui.

Ulasannya sendiri cukup detail, tidak terlalu panjang dan tidak jua melebar dan meleber, cukup, pas, sedap, ntaps! Yang terpenting adalah, dengan batasan jumlah kata termuat, pembaca diajak berpikir lebih cerdas, tidak hanya menilai dari satu sudut pandang saja tetapi belajar mempertimbangkan opini/pendapat dari lain sudut juga.

Karena kalau kamu terlalu nyaman berdiri di atas sepatu Nike, kamu tidak akan tahu bagaimana rasanya berdiri di atas sepatu Vans. Tapi kalau kamu tidak ingin mencoba berdiri di atas sepatu yang tidak membuatmu nyaman, tidak apa, selama kamu tidak merasa kalau sepatu kamu adalah yang paling mahal.

Ngerti gak? Saya aja bingung.

Ealah Mbaknya mabok.

---
#30HariMenulis Challenge Day 18
Jumlah Kata: 503 (Tanpa kutipan artikel)

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Genteng dan Rujak Kanistren

Usai Disini

A Boy Called Billy