Karena Aturan Dibuat untuk Dilanggar


Sekelompok muda-mudi ceriwis duduk manis sambil makan kue pukis. Seorang Bapak melempar tatapan nanar ke arah mereka sambil menggeleng pelan. Salah satu dari muda-mudi itu menyadari gerak-gerik si Bapak.

“Hei, Bapak itu ngeliatin kita nih. Ngeri ih, pindah yuk!” bisik perempuan dengan atasan Sabrina, dibarengi anggukan persetujuan teman-temannya.

Mereka pun membubarkan diri. Si Bapak menggeleng lagi dan matanya fokus pada tulisan...

DILARANG DUDUK DI TANGGA 

Dasar anak muda. 

---

Seorang bocah perempuan memajukan bibirnya beberapa senti, ditariknya kemeja seorang pemuda jangkung berpakaian trendi, mencari perhatian.

“Eh? Kenapa dek?”

Pemuda itu tersenyum ramah, merasa terhormat didekati bocah perempuan berbaju merah.

“Kakak kelas berapa?” Tanya si bocah dengan suaranya yang gemas.

“Kakak sudah kuliah dek.” Masih memasang senyum semanis mungkin.

“Kakak pinter baca donk?”

“Pastinya. Kenapa dek, ada yang bisa kakak bantu, hm?”

Bocah itu mengangguk cepat, “tolong bacakan itu donk Kak!” telunjuk bocah itu merujuk pada tulisan cukup besar yang terpampang di sana.

BUANGLAH SAMPAH PADA TEMPATNYA.

“Kak itu bekas botol air minumnya dibuang ke tempat sampah ya.” Si bocah pun berlalu.

---

“SIM Saudara mana?”

“Ketinggalan Pak, di rumah, tadi lagi buru-buru saya.”

“Saudara saya tilang ya.”

“Jangan donk Pak.”

“Jangan bagaimana? Saudara ini sudah melanggar aturan berkendara yang baik dan benar.”

Atulah Pak, damai saja ya Pak, Damai.”

“Tidak bisa!” 

“Ini Pak, saya cuma ada segini, ya Pak ya?”

Diselipkannya lembaran dengan total tiga puluh ribu rupiah di antara tangan yang tengah memegang surat tilang.

“Ehm.” Tanda persetujuan pun didapatkan. 

Meh. 

---

Perempuan dengan tinggi semampai itu tampak gelisah. Sedari tadi kakinya bergerak menghentak pelan tapi intens ke lantai. Kedua tangannya tersilang di depan dadanya. Matanya tajam melihat ke depan, pada sebuah pintu berwarna abu yang tertutup rapat.

Lima menit kemudian pintu itu terbuka dan seorang perempuan dengan tubuh langsing keluar dari balik pintu itu dengan wajah sumringah. 

Ups! Mata mereka beradu, wajah sumringah tadi berubah jadi wajah dengan penuh rasa bersalah. Perempuan langsing itu menggerak-gerakan matanya tidak nyaman. Perlahan dia bergeser keluar dari pintu.

“Main serobot saja! Antri sih!”

Perempuan dengan tinggi semampai tadi pun langsung masuk dengan langkah kasar dan menutup pintu dengan kencang. 

Duh ngeri.

Makanya antri! 

--- 
#30HariMenulis Challenge Day 27
Jumlah kata: 350

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Genteng dan Rujak Kanistren

Usai Disini

A Boy Called Billy