Kunyah saja!

Untuk jadi perhatian: Tulisan ini, tulisan ini... Mau ngetik apa ya... Ah! Tulisan ini mengandung kadar kebimbangan sekitar 89,99% jika terdapat hal yang kurang dimengerti, tolonglah mengerti, jangan kamu terus yang maunya dimengerti, egois kamu Roma!

-----

Waktu aku masih kecil, aku pikir menjadi dewasa itu rumit. Orang dewasa memikirkan hal-hal terlalu dalam. Mereka bertengkar seolah sebelumnya bukanlah seorang teman dekat. Mereka saling membenci seolah sebelumnya tidak pernah saling cinta. 

Mereka senang meremehkan sesuatu yang tampak tidak sempurna. Sebenarnya semua itu untuk apa? 

Orang dewasa itu terlalu rumit. Kami saja yang anak-anak jika bertengkar hebat bahkan sampai salah satu menangis, akan berteman kembali dengan cepat. Kenapa juga harus lama-lama berteman dengan rasa benci?

Orang dewasa itu rumit sehingga aku tidak ingin menjadi dewasa. 

Itu kataku, dulu, sebelum akhirnya aku tidak bisa menolak untuk tumbuh menjadi orang dewasa dan melalui hari-hari yang tak lagi sederhana.

Bagiku, orang dewasa itu masih tetap rumit, tapi sekarang aku paham bahwa ada masalah-masalah dalam kehidupan yang memang sulit untuk disederhanakan. 

Mungkin hari ini kamu baru saja dimarahi orang tua karena keluar terlalu lama.
Mungkin hari ini kamu baru saja diomeli oleh atasan karena pekerjaan yang tak sempurna.
Mungkin hari ini kamu baru saja kehilangan sesuatu atau seseorang yang berharga.
Mungkin hari ini kamu baru saja disalahpahami seseorang tapi tidak bisa berbuat apa-apa.
Mungkin hari ini kamu baru saja mengalami banyak hal yang tak terduga.
Mungkin hari ini kamu ingin mengatakan banyak hal, namun semua berakhir hanya di dalam kepala. 

---
Dokumentasi dan tulisan tangan pribadi


“Padamu yang selalu makan banyak nasi karena kesepian
Padamu yang banyak tidur karena bosan
Padamu yang banyak menangis karena sedih
Aku menulisnya
Kunyah perasaanmu saat terpojok
Seolah kau mengunyah nasi
Lagi pula hidup adalah sesuatu yang perlu kau cerna”. 
(Let’s Eat)

Menulis ulang kata-kata yang berasal dari sebuah drama, menggerakkan tangan sambil membacanya dalam hati bak sebuah mantra.

Kunyah, kunyah, kunyah. 

Tumpahkan seluruh energi negatif itu dalam kunyahan. Biarkan rasa kesal, marah, kecewa maupun rasa sakitmu hancur bersama kunyahan-kunyahan itu.

Jika ingin menangis, menangis saja.
Jika ingin teriak, teriakan saja. 

Kunyah, kunyah, kunyah.

Kunyah semua perasaan itu.
Lelahmu, letihmu, keputusasaanmu, kepayahanmu.
Kunyah semua itu sampai habis, tertelan, kemudian tercerna dan berakhir menjadi sebuah makna. 

Hiduplah seperti masalah di dunia adalah varian dari makanan dengan banyak rasa.
Kunyah sampai habis. 

--- 


#30HariMenulis Challenge Day 25
Jumlah kata: 336

Komentar

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Genteng dan Rujak Kanistren

Usai Disini

A Boy Called Billy