Cinta Pertama
Genre: Drama sedikit romantis.
Lima gadis duduk melingkar, masing-masing dari mereka
menceritakan pengalaman cinta pertama dan kencan pertama mereka. Ada banyak
kisah mengalir dari para gadis manis ini, dari kisah super romantis sampai yang
membuat traumatis.
“Sekarang giliran kamu, Na.”
Semua mata tertuju pada Kirana yang sedari tadi hanya ikut
tersenyum, sedih, kecewa dan tertawa mendengar cerita teman-temannya.
“Aku…” Kirana terlihat enggan meneruskan. Dia mengernyitkan
hidungnya dengan ekspresi lucu dan menggeleng pelan, “tidak ada yang bisa
kuceritakan,” lanjutnya.
“Ayolah Kiran, kita kan penasaran.” Dinda
menggoyang-goyangkan lengan Kirana, teman-temannya yang lain memberi semangat
tambahan.
Kirana memandang satu persatu mata teman-teman yang sudah hampir tiga
tahun bersamanya sejak kelas satu SMA itu, mereka bukan sekedar teman, tapi
sahabat dan saudara, Kirana tersenyum simpul.
Mungkin sekarang waktu
yang tepat. Batin Kirana.
“Baiklah, aku akan cerita.”
“Yeaaaaaay!” Citra, Maya, Ayu, dan Diana berseru dengan
kompak.
“Kira-kira umur aku saat itu baru Sembilan tahun…”
“Eeeeeh?” Ayu nyaris membuat bola matanya meloncat keluar,
Kirana tertawa.
“Serius? Aku kalah donk!” Maya menimpali.
“Ih Nana kok kamu umur segitu sudah pacalan pacalan.” Citra
memonyongkan bibirnya dengan mimik lucu menggemaskan.
“Tuh kan belum apa-apa sudah heboh, aku gak jadi cerita deh.” Kirana pura-pura cemberut.
“Aaah, jangaaan, cerita, cerita, cerita!” Keempat teman
Kirana yang labil mulai memberi semangat lagi pada Kirana untuk bercerita.
“Jadi…”
Semua pendengaran dan penglihatan para gadis belia itu mulai
kembali fokus pada kisah Kirana.
---
Tujuh tahun silam.
Namaku Kirana, umurku Sembilan tahun hari ini, dan aku baru
saja menyelesaikan soal matematika dengan gemilang di depan kelas, aku cukup
bangga, setidaknya ada satu kemampuan yang bisa aku pamerkan di depan Ayah.
Aku sangat menantikan hari ini, Ibu bilang hari ini Ayah
pulang dan mereka berdua akan menjemput aku sepulang sekolah, mereka akan mengajak
aku jalan-jalan sebagai hadiah ulang tahunku, tentu saja aku sangat senang
mendengarnya.
Ayahku seorang musisi, dia sering sekali pergi beberapa hari
demi pertunjukkan musik yang amat dicintainya itu. Bersama kelompoknya, Ayah
kerap pergi berkeliling Indonesia bahkan dunia. Pekerjaan sehari-hari Ayah jika
tidak sedang touring adalah sebagai
pengajar private untuk anak-anak yang
ingin belajar musik, biasanya Ayah mengajar gitar klasik atau piano.
“Ayah!”
Aku berseru kegirangan melihat wajah yang sangat ku rindukan
tengah berdiri di depan gerbang sekolah, di sebelah ada Ibu yang tidak pernah
melepas senyum hangatnya yang menenangkan. Segera aku berlari menghampiri
mereka.
“Anak gadis ayah!”
Ayah segera menggendongku dalam pelukannya dan menciumi
pipiku yang bulat. Aku tertawa kegelian. Ibu mencubit pipiku kemudian. Karena
berat, tak lama Ayah menurunkanku.
“Hari ini kita mau kemana?” tanyaku antusias.
Ayah dan Ibu berjongkok mensejajarkan pandangan mereka
dengan mataku. Ibu mengelus pundakku.
“Hari ini, khusus untuk Rana dan Ayah, Ibu tidak ingin
mengganggu.” Ibu tersenyum.
Ah Ibu, selalu tahu apa yang aku mau. Sebenarnya aku memang
sudah sedikit bosan karena terlalu sering bersama dengan Ibu, jadi aku memang
sangat menantikan momen berduaan saja dengan Ayah. Hoho.
“Ayo Yah!”
Aku langsung menarik lengan Ayah yang kemudian disambut Ayah
dengan tawa renyah, aku nyengir saja, sementara Ibu masih dengan senyumnya yang
menawan, walaupun Ibu terlihat sedikit pucat hari ini, tapi Ibu tetap yang
paling cantik, setelah aku, tentu saja.
“Kita pergi dulu ya?” Ayah pada Ibu, Ibu segera mencium
tangan Ayah, cukup lama, Ayah membalasnya dengan kecupan di kening Ibu,
romantisnya Ayah dan Ibuku ini, wajahku jadi ikut memerah.
-
Ini adalah kencan pertama kami.
“Ayah, Rana mau naik komidi putar!”
“Siap tuan putri!”
Saking senangnya aku menaiki komidi putar, kami menaikinya
sampai lima putaran. Ayah biasanya akan menyerah diputaran ke dua, tapi hari
ini Ayah bekerja keras sampai putaran terakhir, itu membuatku lebih senang
lagi.
“Ayaaaaaah, pipis!”
“Ya ampun, bagaimana ini?”
Aku tertawa melihat ekspresi Ayah saat itu, aku senang
karena berhasil menjahili Ayah, padahal aku bisa pergi sendiri ke toilet umum
di sana, dan Ayah menungguiku di depan pintunya dengan canggung. Ayah yang
lucu.
“Ini es krimnya tuan putri.”
Ayah menyodoriku es krim vanila dengan cone yang bisa dimakan. Ayah hanya membeli satu saja, Ayah bilang kita
harus menghabiskannya berdua, saling berbagi katanya. Ah Ayah, bilang saja lagi
irit. Hihi.
Setelahnya, aku menarik lengan Ayah, dengan sedikit paksaan aku meminta Ayah menemaniku masuk rumah hantu, seketika wajah Ayah memucat, aku sangat tahu Ayah paling tidak suka hal-hal seram seperti itu
“Ayolah, Ayah!” aku melipat lenganku di depan dada dan
memasang wajah cemberut.
“Yang lain saja ya?”
Aku mendengar nada memohon dari Ayah, tapi aku tetap
mengambil sikap, bergeming. Biasanya trik ini akan berhasil, Ayah yang
menyayangiku, pasti tidak akan tega melihat putri kecilnya kecewa.
“Ya sudah, yuk.” Ayah menyerah. Senyumku pun mengembang.
Aku meminta Ayah duduk di kursi, sementara aku membeli
makanan kecil. Awalnya, Ayah tidak memberi izin padaku untuk membeli makanan
sendirian, tapi aku memaksa, kan aku yang ulang tahun, jadi terserah aku donk, kalian setuju kan?
Aku menghampiri Ayah yang terlihat kecapaian dengan membawa
satu sosis panggang kesukaan Ayah.
“Terima kasih untuk hari ini, Ayah.”
Aku menyodorkan sosis itu dan memberi senyuman terbaik yang
aku punya, aku melihat mata Ayah berkaca-kaca. Oh, tidak, Ayahku cengeng, dia
pasti menangis sebentar lagi. Aku langsung memeluk Ayah.
“Hari ini adalah hari ulang tahun terbaik untuk Rana.” Aku
bersungguh-sungguh, dan aku mendengar isakan itu, ah Ayah, ya sudah hari ini
Ayah boleh menangis sesuka Ayah. Aku pun makin mengencangkan pelukanku.
Kirana, sayang Ayah.
---
“Iih Nana…”
Drama queen kita
sudah meneteskan air matanya, Citra mencari-cari tisu untuk menyeka air matanya, Kirana tidak tahan untuk tidak
tertawa.
Di sisi lain, Maya menutup mukanya dengan tangan cantiknya
yang memperlihatkan kuku dengan kuteks berwarna hijau toska di sana.
Ayu memandang Kirana dengan sudut bibir yang melengkung ke
bawah, dan Diana? Dia mencengkram kuat tangan Kirana seraya menghembuskan nafas
panjang.
“Kamu ya… jadi cinta pertamamu, Ayahmu?” Diana memastikan. Kirana
mengangguk tanpa ragu.
“Ayah adalah cinta pertama anak perempuannya, sekarang aku
mengerti.” Ayu ikut menghembuskan nafas panjang.
“Tega kamu Kiran!” Maya menurunkan tangan yang sedari tadi
menutupi wajahnya, melihat maskara Maya luntur, Kirana tertawa kecil.
Astaga Maya. Batin
Kirana dibarengi kekehan.
“Tapi, baru kali ini kamu cerita tentang ayahmu, Na, kenapa?
Padahal cerita kalian manis begitu.”
Inilah hal yang sebenarnya dihindari Kirana, dia tidak
terlalu menyukai pertanyaan mengenai dirinya dan Ayahnya. Bukan, bukan karena
benci, Kirana terlalu mencintai Ayahnya sehingga jika pun Ayahnya melakukan
kesalahan, Kirana hanya akan berakhir memaafkan Ayahnya, begitu juga dengan
Ibunya.
Kirana menjeda.
“Hari itu, sebenarnya adalah kencan pertama dan terakhir
kami. Besoknya, aku tidak melihat Ayah lagi di rumah. Aku pikir Ayah kembali
bepergian dengan kelompok bermusiknya, jadi aku tidak terlalu penasaran. Tapi,
Ayah benar-benar tidak pernah pulang lagi.”
“Astaga Na…”
“Ssstt…”
Teman-temannya mempersilakan Kirana meneruskan kembali
ceritanya. Kini mereka hanya ingin menjadi pendengar yang baik.
“Aku sendiri baru tahu sekitar dua tahun lalu. Ibuku tidak
pernah benar-benar menceritakannya. Ibu selalu bilang kalau Ayah sedang ada
pekerjaan di luar kota. Aku percaya saja, itu tidak lagi menjadi hal aneh
bagiku, untuk tidak melihat ayahku selama berminggu-minggu. Tapi, tahun demi
tahun berlalu dan Ayah tidak kunjung pulang.”
Kirana memastikan bahwa hatinya baik-baik saja.
“Ayahku sakit, kanker tulang. Ayah sengaja menyembunyikan
penyakitnya dariku. Malam sehabis kami berkunjung ke taman bermain itu, kondisi
Ayah memburuk. Ibu bilang, Ayah tidak ingin menghancurkan kenangan indah yang
sengaja dibuatnya untuk gadis kecilnya, aku.”
Ah sesak itu lagi.
“Ayah tidak ingin melihat gadis kecilnya menangis
menyaksikan dirinya yang melemah dan terlihat mengerikan karena penyakit yang
dengan cepat menggerogoti seluruh bagian tubuhnya.Semua orang berhasil menyembunyikannya dariku saat itu, bahkan
sampai bertahun-tahun setelahnya.”
Kirana menarik nafas panjang.
“Aku bertemu kembali dengan Ayahku, dua tahun lalu, dalam
bentuk tulisan yang terukir di atas nisan.”
Keempat sahabatnya tidak mampu menyembunyikan rasa kaget
mereka, dengan sigap mereka mengenggam tangan Kirana yang dibalas dengan
senyuman tipis dari bibir Kirana.
Ah aku gagal.
Kirana menyerah pada tangis yang pecah. Keempat sahabatnya
memeluk Kirana erat, tidak ada kata, hanya tangisan dan rasa hampa di udara.
---
Untuk cinta pertamaku, Ayah.
Kirana baik-baik saja. Terima kasih untuk kenangan indah
yang Ayah ciptakan untuk Kirana. Terima kasih untuk Ayah yang kuat dan selalu
tertawa dengan bahagia. Berkat kasih sayang Ayah, Kirana tumbuh menjadi gadis
yang ceria dan tanpa ingatan penyebab luka.
Ayah, terima kasih karena cinta pertama Kirana adalah Ayah,
karena kencan pertama Kirana adalah dengan Ayah, dan karena lelaki itu adalah Ayah. Bahkan
Ayah tidak mau Kirana melihat wajah jelek Ayah di saat terakhir Ayah, dasar
Ayah.
Kirana tidak akan bilang kalau Ayah jahat, karena Kirana
tahu, apa yang Ayah lakukan adalah untuk Kirana. Apapun keputusan yang Ayah ambil
adalah demi Kirana.
Ayah, rindu itu akan terus bertamu bahkan sampai nanti
Kirana menjadi debu. Dan untuk Ayah yang selalu tertawa, di sini Kirana akan
selalu bahagia.
Gadis kecil Ayah, Kirana.
---
#30HariMenulis Challenge Day 23
Jumlah kata: 1.413
Catatan: Tautan gambar Baby’s breath flower artinya suci pada
hati, cinta yang tiada berakhir, kebahagiaan.
Komentar
Posting Komentar