Ramadhan yang di rindukan
"Gengs lama nih enggak kumpul"
"iya nih, yuk kumpul"
"hayuk, sekalian bukber, buka bareeeeng".
"iya nih, yuk kumpul"
"hayuk, sekalian bukber, buka bareeeeng".
Salah satu dialog yang biasanya terjadi jika sudah memasuki Bulan Suci Ramadhan. Marhaban yaa Ramadhan.
Sesibuk-sibuknya kita, sejauh-jauhnya kita, sejarang ketemunya kita dengan teman-teman maupun sahabat dekat kita, Ramadhan adalah momen dimana orang-orang meluangkan waktunya untuk bercengkrama lagi dengan mereka yang selama ini terjauhkan karena kesibukan.
Ini adalah salah satu berkah ramadhan, silaturrahmi. Dengan saling bertemu, saling mengunjungi dan saling berbagi.
Apa yang paling saya rindukan dari Ramadhan?
Shalat Taraweh. Iya. Shalat taraweh berjama'ah di Masjid maupun Mushola. Ibu-ibu, Bapak-bapak, Mbak-mbak, Mas-mas, adek-adek, para bocah cilik berbondong-bondong datang ke masjid untuk menunaikan Shalat Taraweh berjama'ah. Walaupun para bocah terkadang berulah, setidaknya mereka belajar untuk pergi ke masjid dan shalat berjama'ah.
Kadang lucu. Saat Pak ustadz berceramah, para bocah akan duduk manis mendengarkan penuh kesabaran, hanya untuk meminta tandatangan sang Ustadz sebagai pemenuhan tugas Ramadhan mereka, biasanya. Apakah hal ini masih berlaku saat ini ya? hi hi.
Banyak sekali momen-momen unik menyambut kedatangan bulan Ramadhan. Mulai dari iklan sirup, iklan sarung, iklan mudik yang kesemuanya di tayangkan bahkan beberapa hari sebelum Ramadhan datang.
Hal lain yang saya rindukan saat Ramadhan?
Nenek. Iya. Ini adalah Ramadhan pertama tanpa nenek. Nenek yang satu ini adalah nenek dari pihak Ibu, beliau sangat dekat dengan saya dan beberapa cucu lainnya. Beliau menyisihkan uang pensiunnya selama bertahun-tahun untuk membangun sebuah Masjid.
Nenek menghibahkan tanahnya untuk pembangunan masjid tersebut. akhirnya setahun lalu Masjid itu berdiri, tidak besar tapi cukup untuk membuat hati nenek senang dan tenang.
Nenek bilang, nenek senang kalau masjidnya di pakai oleh banyak orang untuk shalat. Terutama di gunakan oleh anak, cucu, dan cicit beliau.
Taraweh pertama, masjid nenek di penuhi anak, cucu, dan cicit serta mantu nenek. di Rakaat hampir terakhir, tiba-tiba saja kami sekeluarga besar kompak menangis dalam shalat. Saat itu imamnya kakak saya sendiri yang sempat mendampingi nenek sebelum beliau kembali ke sisi-Nya.
Kami menangis untuk satu alasan yang sama, kebahagiaan nenek. Iya. Kami terbayang wajah sumringahnya saat melihat masjid yang di bangunnya di penuhi oleh keturunannya untuk shalat taraweh berjama'ah.
Usia nenek memang sudah mencapai seratus. Tapi tidak sekalipun nenek mengeluh untuk berjalan ke masjid, walaupun terseok. Pun saat idul fitri, nenek akan menjadi warga tertua di tengah deretan warga lain yang menjalankan shalat idul fitri. Disana, nenek tidak pernah mau shalat sambil duduk, walaupun terbungkuk, beliau hanya akan mengatakan "masih sanggup berdiri" dan kami tidak dapat melarang keras kepalanya beliau tentang hal ini.
Ramadhan kali ini, nenek sedang tidur panjang di alam sana. Idul fitri nanti, tidak ada lagi yang tersenyum menatap anak cucu dan cicitnya berkumpul, berlarian di rumah beliau yang biasanya tak begitu ramai.
Apa kabar Nek? saya kangen.
#30HariMenulis. Hari ke-7.
Komentar
Posting Komentar